Dalam catatan Lontara’ Patturioloangna
Pengangkatan Sombaya ri Gowa pertama kali, yaitu ” Tumanurunga ” ( Karaeng Bainea;Ratu) tidak terlepas dari peranan Daengta Gallarrang Mangasa bersama Daengta Gallarrang Tombolo’ (keduanya masih berkerabat;samp
Wibawa Daengta Paccallaya sebagai hakim penengah sangat kecil, dan wewenangnya tidak kuat untuk menjadi solusi bagi terciptanya perdamaian dan ketentraman masyarakat dalam kesembilan kasuwiang tersebut. Sehingga diperlukan adanya pemimpin yang dihormati, dipatuhi, dan memiliki kharisma sesuai dengan pandangan tradisional masyarakat waktu itu. Dan dalam suatu peristiwa di Taka’bassia yang saat ini disebut dengan nama bukit Tamalate, terjadilah kesepakatan lisan yaitu para Gallarrang dari sembilan negeri bersama Daengta Paccallaya disatu pihak dengan seorang putri yang mengenakan pakaian kebesaran dilengkapi atribut atribut kebangsawanan yang dalam sejarah orang orang di gowa serta diseluruh jazirah sulawesi bagian selatan dengan sebutan ” Manurunga ri Tamalate ” di lain pihak.
Kesepakatan tersebut diawali oleh ucapan Daenta Paccallaya “…Kami semua datang kemari untuk mengangkat engkau sebagai raja (Karaeng), kemudian perempuan tersebut yang selanjutnya disebut ” Tumanurunga ” menjawab …nu karaengangma’ kuma’dengka kumangngalle je’ne…kalian mempertuan, akan tetapi saya masih menumbuk padi dan mengambil air, kemudian Daengta Paccallaya memberikan jawaban …bainengmang anjo tama’dengka tamangngalle je’ne, ala ikau mamo seng kikaraenganga…s
Peristiwa inilah yang menjadi tonggak awal berdirinya kerajaan Gowa, yang diikuti lahirnya traktat (perjanjian) lisan antara Tumanurunga sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan kerajaan dengan para Gallarrang sebagai kepala kepala negeri bawahan yang selanjutnya disebut dengan ” Bate Salapanga ” (Sembilan bekas/tempat; sembilan bendera/panji).